Tubruk Kincir
Mirna, perempuan yang berdiri diatas kemiskinan Untuk yang kedua kalinya aku melihat namaku ada di headline koran. Ah, siapa yang peduli? Untuk yang beratus-ratus kalinya aku memesan kopi tubruk di warung kopi Pak Kincir. Nama sebenarnya Pak Maman, tetapi di depan warungnya ada kincir dari plastik bekas Aqua yang dibuat anaknya, kita memanggilnya Pak Kincir. Warung kopinya hanya berupa tenda kecil yang lusuh. Warungnya ada di ujung Gang Somad. Tenda boleh lusuh, tapi rasa kopinya.. wow! Setiap aku meminumnya, aku selalu ingat kampung halamanku. Ingat ketika aku minum bersama bapak di saung tengah sawah. Rasanya berat meninggalkan bapak waktu itu. Tapi demi keinginan bapak, aku sekolah di kota. Kata bapak, harus ada perempuan kampung yang bersuara disana. Perempuan kampung yang lebih peduli dengan sosial karena krisis sosial ada dimana-mana. Biarlah tektek bengek teknologi diurus dengan orang kota. Kini aku sudah tiga tahun di kota. Beep.. beep One message received "Lagi di