Teman saya menunjuk sebuah model rambut di majalah. Perempuan muda itu mengiyakan. Agak khawatir sebenarnya karena baru memotong beberapa helai rambut, perempuan itu melihat buku. Ya ... semacam pemain musik yang terus-terusan lihat partitur. Salah lihat not ya bisa salah juga mencetnya. Salah lihat model ya bisa salah juga motongnya. Namun untungnya hasil potongan rambutnya bagus.
Teman saya mengeluhkan kalau ia selalu pakai belahan pinggir kanan hingga terlihat agak kebotakan. "Ubah belahannya, yang semula kanan menjadi kiri, Mbak." Maka teman saya pun mengubah belahan rambutnya. "Agak susah memang, tapi perlu dibiasakan," ujar si perempuan.
Maka dapat insight-lah saya. Mengubah belahan rambut itu sama susahnya dengan mengubah paradigma. Perlu pembiasaan dan tidak serta merta. Coba saja Anda mengubah belahan rambut Anda. Pasti rasanya agak kagok (tidak terbiasa) dan kadang kembali ke tempat semula - tanpa peduli sudah agak botak sekalipun. Sama seperti paradigma, kalau salah dan tidak mau diubah, ya akan terus menerus salah.
Kalau mundur ke belakang lagi, saya pernah ngobrol dengan salah seorang teman saya. Ia adalah seorang pemain gitar klasik yang agak sering mengadakan resital gitar klasik. Ia membicarakan tentang paradigma kalau menonton musik klasik itu haruslah formal. Anda harus memakai gaun atau jas - setidaknya berpakaian rapi. Atmosfer yang diciptakan haruslah serius. Oleh karena itu, teman saya itu sering menambahkan celetukan humor disela-sela resitalnya, bahkan ia membuka dengan ucapan 'Assalamualaikum.'
Ia berkata, "Waktu gue bilang 'Assalamualaikum', orang-orang malah ketawa. Kenapa perlu tertawa? Itukan sebuah salam, sama seperti selamat pagi atau selamat malam."
Agaknya, pandangan yang sering saya terima tentang musik klasik dan jazz adalah musik-musik mewah kaum menengah keatas. Kalau klasik saya punya asumsi karena alat musiknya (grand piano, gitar klasik, biola, dan lainnya) tidak murah. Apalagi sepupu saya pernah sombong, "Kalau orang yang punya piano itu pastilah orang menengah ke atas." Tidak mesti valid. Sombong benar ia.
Kalau jauh maju ke depan, baru-baru ini saya datang ke sebuah pagelaran musik jazz di Braga, tepatnya di gedung Asia Afrika Culture Center (AACC). Ini adalah sebuah gedung bersejarah yang sayangnya tidak terawat. Bangku-bangku yang tidak beraturan, banyak sampah makanan, cat yang sudah pudar, dan lainnya. Sebelum band-band jazz dimulai, ada sebuah orkestra biola dan cello yang memainkan lagu klasik dan pop. Ketika musik berlangsung, suasana begitu hiruk pikuk, orang-orang mengobrol, bunyi gemerisik kantung plastik makanan, ada sebagian datang memakai sendal jepit, kaki selonjoran, sisa kacang rebus, dan lainnya. Paradigma saya bahwa ini adalah musik mewah pun berubah.

Tahun 2009 adalah tahun dimana banyak cara pandang saya berubah seiring saya mendapatkan pekerjaan, menyicip profesionalisme, menelan bulat-bulat rasanya dikomplain, dipanggil atasan karena suatu masalah, cara mendapatkan uang dan bagaimana mengaturnya, mengenai kedewasaan dan tanggung jawab, mengenai menyelesaikan suatu masalah tanpa emosi yang meledak-ledak, dan lainnya.
Karena saya orangnya kurang detail pada sesuatu dan cenderung melihatnya secara general, maka akan saya tutup kehidupan saya di tahun ini dengan satu tema besar: mengubah paradigma.
Selamat tahun baru.