Tarot
Tadi siang saya menghadiri undangan ngobrol di salah satu rumah makan santai di daerah Dago bersama kedua teman saya: Tiwi dan Tegar. Mereka adalah teman kuliah saya yang sudah lama tidak bertemu. Jika kami bertemu pun, seringkali diisi dengan obrolan-obrolan psikologis, filsafati, nabati, dan hewani. Ah, bercanda. Sambil makan siang (saya memesan makanan dan minuman yang enak, serta cemilannya pun enak - tempat ini saya rekomendasikan), kami mengobrol hal-hal keseharian seperti pekerjaan, keinginan untuk sekolah lagi, konstruk kecantikan yang berangkat dari diskusi drama Korea yang digemari Tiwi, juga draft novel yang sedang ditulis Tegar. Pada saat itu hujan, kami memesan makanan lagi. Setelah selesai dan berbasa-basi menunggu hujan berhenti, Tegar mengeluarkan sesuatu dari tas batiknya. "Saya sudah lama tidak main ini." Ia mengeluarkan cincin dikaitkan dalam sebuah untaian benang sehingga bentuknya seperti gantungan cincin. Maka dipegangnya benang itu sehingga cincinnya